Shut Up and School!
10.10sumber : ayobandung.com |
Karena lupa gak bawa buku, akhirnya aku putusin buat nulis, sembari ngisi waktu di kereta.. Hmmm sebenernya udah lama mau nulis ini, cuma baru ketemu poinnya semalem..
Akhir-akhir ini, aku beberapa kali liat post tentang kehidupan sekolah yang jenuh banget, belajar dari pagi, belum masih ada les, belum PR dari sekolah.. Rasanya klo dipikir-pikir emang jenuh banget sekolah itu. Tapi, bukan masalah sistem pendidikan yang akan aku angkat disini, karena aku bukan pakar pendidikan dan aku juga gak merasa keberatan dengan sistem belajar mengajar di Indonesia saat ini hehehe...
Aku baru sadar pentingnya sekolah, semenjak kuliah.. Apalagi setelah sempet berantem sama adik, karena dia gak mau kuliah. Mungkin poin ini luput dari orang tua, murid, bahkan guru, tapi pentingnya mengenyam pendidikan adalah membentuk pola berpikir individu sejak dini, bukan hanya itu aja, tapi ada pola interaksi yang terbentuk.
Aku ngerasa selama sekolah dari SD sampe lulus Perguruan Tinggi, kehidupanku itu 95% main, 2% belajar, dan 3% sisanya pacaran. Tapi dari 95% main itulah ada interaksi yang tercipta, interaksi kita dengan guru, temen, bapak-ibu kantin, sampe gebetan kita. Semuanya ada di sekolah.
Terus klo masalah sekolah itu capek, masuk dari pagi, banyak PR, ya itu karena tuntunan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolahnya, murid digembleng dengan materi-materi di dalam dan di luar jam sekolah. Aku masih inget, puncaknya kelas 3 SMA, sekolah itu sudah gak aturan banget, bayangin kita masuk mulai jam ke nol alias jam 6 pagi untuk persiapan UN, belum pulang sekolah masih dikasih les di sekolah, pulang les dari sekolah, masih harus les lagi dari jam 4 sore sampe jam 10 malem, tapi untunglah masih ada pacar yang setia nemenin waktu itu, jadi gak ada alasan putus pekara mau fokus belajar atau persiapan UN. Walaupun pada akhirnya, setelah UN kita putus hahahaha..
Tapi aku sangat menikmati hal itu, karena apa, karena aku bisa makin intens, makin deket dengan temen-temen.. Interaksi yang terjadi dari pagi sampe malem, mulai dari nyalin PR temen, pinjem stipo, pinjem penggaris, sampe ganti baju di lemari kelas pas jam olahraga, interaksi itu terjadi saat kita bersekolah, kita jadi lebih bisa bersosialisasi, membentuk kepribadian kita, bahkan dengan pelajaran yang rasanya gak penting banget di kehidupan sehari-hari, ternyata itu sangat membantu kita di kemudian hari untuk memecahkan masalah dengan cara yang logis, kita diajarkan untuk menjadi problem solver.
Lantas setelah sekolah tinggi, lulus mau langsung nikah atau mau kerja di bank atau jadi pegawai, sampe buka usaha sendiri, itu bukan sebuah masalah. Kehidupan sekolah dengan kehidupan kerja itu beda, sekolah tinggi memberikan kita kesempatan lebih luas untuk mengejar karir yang lebih tinggi. Sekolah bukan berarti untuk mencetak generasi yang pintar nyari duit, gagal namanya pendidikan klo ada yang masih mikir gitu. Bayangin, ada orang yang sekolahnya udah tinggi, tapi setelah lulus malah jadi sukarelawan. Gak ada yang berhak menghakimi pekerjaan orang lain.
Menurutku, seseorang gagal dalam menempuh pendidikan jika pola berpikirnya sempit. Orang yang menyalahkan pekerjaan orang lain, orang yang menghakimi setelah lulus jadi apa.
Kita harusnya bisa lebih bersyukur, bayangkan anak diluar sana banyak yang tidak bisa bersekolah, tidak ada interaksi dengan teman sebayanya, yang mereka pikirkan hanya bertahan hidup. Mungkin kita harus menjadi miskin dulu untuk tau pentingnya sekolah.
0 komentar